DIRGAHAYU INDONESIAKU

Ada seorang anak berasal dari keluarga kurang mampu sedang berlari-lari bekejaran dengan hujan menuju ke sekolahnya. Tanpa payung dan tanpa mantel apalagi kendaraan. Hanya memakai jas hujan yang sudah sobek-sobek di sana-sini. Lumayan lah .. bisa sedikit melindungi badan dan kepala nya, minimal gak begitu basah kuyup sesampainya di sekolah. Dan yang terpenting baginya, tas yang berisi buku-buku pelajarannya gak ikutan basah.

Sampailah Dino (nama anak tersebut) di depan kelas tercintanya, kelas 3 SD. Ini hari pertamanya masuk kelas baru, setelah 3 minggu libur kenaikan kelas. Di kelas, ia melihat ke sekeliling, rata-rata teman-teman nya mengenakan seragam baru, tas baru dan sepatu baru. Sedikit minder memang, ketika membandingkan dengan dirinya yang memakai seragam pun hanya warisan dari anak tetangganya yang sudah agak lusuh, tas dan sepatunya nya juga sudah 2 tahun gak ganti-ganti. Cuma satu itu aja. Makanya gak heran kalo sepatunya sekarang udah pada bolong-bolong, tapi gak pernah di sol, karena untuk nge-sol sepatu pun gak cukup dana ortunya. Tapi hebatnya, semua itu tidak mengendorkan semangat belajarnya.

Pelajaran pun dimulai. Setelah perkenalan alakadarnya, sebagai warming up, sang guru wali kelas memberikan beberapa pertanyaan (dari pelajaran di kelas sebelumnya) kepada muridnya. Dan yang terbanyak menjawabnya adalah si Dino ini. Ya.. Dino memang anak yang rajin belajar, makanya dia sedikit lebih menonjol dibandingkan dengan teman-temannya. Ketika si ibu guru melihat ke sekeliling, dia menemukan jejak sepatu kotor masuk ke dalam kelas. Dirunutnya jejak tersebut, sampailah di finish dekat dengan bawah bangkunya Dino, tepat di bawah kakinya. Si ibu guru melihat sepatu Dino yang sudah sangat tidak layak pakai itu. Saat itu si ibu cuma bisa tarik nafas dalam-dalam.
Sepatu Dino yang sudah bolong-bolong itulah penyebab lantai kelas jad kotor. Karena tadi jalan/tanah yang dilewatinya saat berangkat dari rumah ke sekolah becek-becek (gak ada ojek). Ditambah kebolongan sepatunya itu sedikit banyak telah mengangkut lumpur dari jalanan yang dilaluinya.

Ketika bu guru menatap sepatunya dengan perasaan yang entah seperti apa, demi menyaksikan itu kaki Dino yang tadinya terjulur santai di lantai kelas, maka ditariknya sehingga terangkat dan tak menapak, seolah-olah ia telah merasa bersalah. Dan.. malu karena teman-teman nya pun ikut memperhatikan sepatunya.

Hari ke-dua
Pagi ini hujan lagi. Dino memakai jas hujan (yang udah sobek-sobek) lagi. Sepatu nya pun basah kuyup lagi. Dan tentunya ketika masuk kelas, dia membuat jejak kaki lagi.

Seperti hari sebelumnya, di tengah jam pelajaran, sang guru menemukan jejak kaki tersebut. Kali ini… ibu guru menegur Dino.
“Dino, kalo besok kamu membuat lantai kelas jadi kotor lagi, ibu gak akan izinkan kamu mengikuti pelajaran. Mengerti?”
Dino tertunduk dan menjawab : “mengerti, bu”

Hari ke-tiga
Seperti hari kemarin, pagi ini lagi-lagi hujan. Tapi ada yang berbeda di kelas 3 itu. Lantai kelas tidak kotor seperti 2 hari sebelumnya. Ya.. Dino tidak masuk sekolah hari ini.
Demi melihat itu, si ibu wali kelas agak sedih dengan ketidak hadiran Dino.

Hari ke-empat
Masih, pagi ini juga hujan mengguyur desa nya Dino. Dan .. Dino tidak masuk sekolah lagi. Ibu wali kelas pun kali ini bukan cuma sedih, tapi menyesal juga. Ia sangat menyesali telah melarang Dino mengikuti pelajarannya tempo hari. Sekarang ia merasa bersalah, merasa telah mematikan semangat belajarnya Dino.

Hari ke-lima
Lagi.. hujan.. Pagi-pagi sekali Ibu wali kelas sudah datang ke kelasnya. Karena ada sesuatu yang special yang ingin diberikannya pada Dino, sebuah kotak yang isinya entah apa. Dengan berharap Dino hari ini bisa masuk kelasnya.
Bel pun berbunyi tanda masuk jam pertama. Tapi sudah setengah jam pelajaran dimulai, Dino belum muncul juga. Berkaca-kacalah mata sang ibu guru, yang juga merupakan seorang ibu dari anaknya sendiri. Kasihan, iba dan empati memenuhi relung hatinya. Pedihhh… merasakan bagaimana seandainya apa yang dialami Dino, dialami anak nya sendiri.
tok..tok..tok..Pintu kelas terbuka.
Di depan pintu, berdirilah seorang anak murid kelas 3 SD, dengan baju seragam yang sudah agak lusuh menggendong tas sekolahnya. Di tanggannya menenteng jas hujan bekas dipakainya, dan kakinya memakai sepatu bolong yang terbungkus pelastik, sambil berkata
“maaf bu, boleh saya mengikuti pelajaran hari ini? saya janji, gak bikin lantai kelas jadi kotor lagi, sepatu saya kali ini nggak basah dan kotor, karena dibungkus pelastik ini.”

.. Dino.. masuk sekolah. Ternyata larangan ibu guru untuk masuk kelas beberapa hari yang lalu tidak membuatnya patah semangat bersekolah. Dua hari kemarin Dino tidak masuk sekolah karena berusaha membersihkan dan mengeringkan sepatu satu-satunya itu. Dan kini ia bisa masuk sekolah dengan sepatu dibungkus pelastik supaya tidak basah dan kotor karena mengangkut lumpur.

Rasa haru dan bahagia yang membuncah kini dirasakan si ibu guru. Dengan tanpa ba..bi..bu.. lagi ibu guru segera menghampiri Dino dengan mata basah, segera ia memeluk Dino sambil tersenyum dan manggut-manggut. “tentu..tentu..Dino”.
Ia menyerahkan bungkusan yang dibawanya tadi kepada Dino, dan langsung dibuka oleh Dino.
Isinya sepatu baru. Senangnya hati Dino.
Kemudian disusul oleh teman-temannya menghampirinya sambil memberikan sebuah bungkusan kepada Dino. Ternyata.. isinya sepatu baru juga. Rupanya teman-teman sekelasnya Dino mengumpulkan sumbangan untuk membelikan Dino sepatu baru. Rasa haru dan senang memenuhi suasana seisi kelas 3 itu.
Dino senang... ibu guru senang… dan teman-teman pun senang. Berpelukaaaaaan…


<>

Cerita ini dipersembahkan untuk anak-anak bangsa. Semangatttt!!!

Photobucket

KEMISKINAN AKUT

Hai.. friends.. jumpa lagiii. Beberapa waktu terakhir ini aku lagi benah-benah kerjaan nich, baik kerjaan rumah maupun kerjaan nguli, jadi bener-bener gak bisa mengunjungi temens semuanya., dan baru bisa bersilaturrahmi hari ini. Dan seperti biasa ini juga nyempil-nyempil di jam kerja. hehe.. sssst jangan bilang-bilang yach.

Kali ini aku baru tau kalo ada istilah semacam ini, kemiskinan akut. Sebelumnya yang aku tau bahasa akut itu cuma buat menandakan penyakit yang sudah parah. Tapi rupanya ada juga kemiskinan yang akut. Beberapa waktu lalu ada berita di tv one bertajuk seperti ini. Berita nya ada seorang ibu yang tega mengajak 2 orang anaknya meminum racun tikus demi mengakhiri hidupnya yang jauh dari kategori cukup secara materi, menurut versinya. Mungkin ini adalah salah satu yang terekspos dari sekian banyak kasus bunuh diri karena putus asa akan kemiskinan.

Yang jadi perhatianku di sini adalah si anak tersebut yang gak tau minuman apa yang diberikan ibunya. Mereka (2 anak tersebut) hanya tau bahwa minuman tersebut adalah obat, karena ibunya bilang demikian. Soal rasanya yang gak enak mungkin si anak udah faham kalo obat kan biasanya pahit. Makanya dua anak tersebut mau mau aja ketika disuruh meminum racun itu, dengan kepolosannya. Padahal anak-anak tersebut masih bisa tersenyum di tengah himpitan hidupnya, anak tersebut masih punya harapan dan cita-cita untuk masa depannya.

Sungguh naas yach, ibaaa banget rasanya. Saking gak kuatnya menahan derita hidup yang dialami, si ibu sampe tega berbuat seperti itu. Padahal nich menurutku tiap masing-masing diri kita dan tiap jiwa anak yang terlahir pasti sudah ada rezekinya masing-masing. Kapasitasnya saja yang berbeda sesuai dengan ketentuan dan ridhonya Allah. Tergantung seberapa besar kita berusaha dan bersyukur. Karena sesuai janji-Nya, siapa yang bersyukur, maka akan ditambah rizkinya, dan sebaliknya, siapa yang ingkar, maka adzab-Nya akan sangat pedih.

Yang aku sesalkan, kalo misalnya si ibu udah gak kuat merasakan derita kekurangannya, mbok ya jangan mengajak anak-anak nya yang gak berdosa untuk ikutan mati bersamanya. Silakan ibu minum racunnya sendirian aja, jangan pake bawa anak-anak segala. Mereka gak berdosa..masa depannya masih panjang,. Iya kalo setelah minum racun bisa langsung meninggal, mending! (dosa tapi). Ini kalo ternyata Allah berkehendak panjangnya umur dia, kan malah bisa tambah menderita, malah bisa timbul penyakit baru akibat dari racun itu. Gereget juga aku jadinya!!

Aku bisa bicara begini juga mungkin karena aku gak merasakan apa yang diderita si ibu tersebut. Yah, kita semua tau hidup zaman sekarang segalanya serba mesti dengan uang. Bahkan untuk buang air kecilpun mesti bayar seribu perak, di toilet umum. Bisa aja sich sebenernya yang gratis, di pinggir-pinggir jalan, dengan resiko digebukin petugas kebersihan, hehe.. pertanyaannya, mampukah kita hidup pada posisi seperti mereka?

Lagi-lagi pangkalnya adalah pondasi yang kuat. Kalo keimanan yang kuat, maka ujian dan derita seberat apa pun akan bisa dilalui, dengan mau berjerih payah, dan keyakinan bahwa segala sesuatu pasti ada jalan kemudahannya dari Allah serta yakin bahwa Allah gak akan menelantarkan hamba-Nya yang yakin kepada-Nya.

Berita ini setidaknya menyentil diriku untuk semakin bersyukur pada-Nya bagainmanapun kondisiku karena termasuk yang beruntung dibandingkan dengan mereka, bisa berada di tengah-tengah keluarga yang bahagia walopun dengan materi seadanya. Karena kebahagiaan itu bukan cuma ditunjang dengan materi. Juga mengingatkan ku soal berinfak, kalo ada. Kalo gak ada pun harus tetep bersyukur.

Allahumma innii a’udzubika minal kufri wal fakr

Ya Allah, sesungguhnya aku berindung kepada-Mu dari kekufuran dan kefakiran. Amin

Photobucket