Nyelip Buat Temenku

Beberapa hari yang lalu ada salah seorang temenku yang curhat (minta pendapat tentunya). Hehe… berlagak seorang psikolog, di sini aku akan mencoba mengutarakan pendapat ku tentang masalah yang sedang menimpa temen ku itu. Permasalahan yang dialami nya mungkin saja pernah menimpa tiap orang. Apalagi orang yang sudah berumah tangga, dimana pasangan kita mengalami perubahan perilaku dan sikap.

Fren, perubahan semacam ini menurutku lumrah terjadi pada setiap orang. Bahkan pada diri kita sendiri. Bedanya ada yang menyadari atau tidak.

Baik itu perubahan ke arah yang lebih baik, ataukah sebaliknya. Kalo menjadi lebih baik, mungkin kita seneng dan bersyukur. Nah giliran nya perubahannya menjadi lebih buruk? Uring-uringan lah kita dibuatnya. Seseorang yang awalnya biasa-biasa aja, bahkan cenderung segala sikap perilakunya sangat menawan hati kita, kini berubah beberapa derajat menjadi seseorang yang dengan sikap yang tidak kita harapkan. Harus bisa dibedakan, perubahan nya kali ini apakah menyimpang dari sifat aslinya? Ataukah malah sifatnya kali ini adalah yang sebenarnya?? Nah loh!

Lalu apa yang berubah dengan temen mu jeng? Yang berubah sih bukan temen ku yang ini, melainkan seseorang yang terdekat dengannya (alias pasangannya) yang mengalami perubahan sikap. Yang dari awalnya seorang yang saaaaaangat lembut selembut kapas, kini menjadi kasaaaaaaar sekasar batu karang. **batu karang kasar gak sich?** hehe.. mengada-ada ahh.. yang bener sich berubah menjadi agak kasar, terutama dari perkataan.

Oke Fren, lanjoood..
Menurutku **sambil sedikit mengernyitkan kening, seperti orang yang berfikir**, langkah awal adalah kenali dulu sebab dan asal muasalnya do’i berubah. Apakah itu intern ataukah ekstern. Caranya adalah dengan mengajak bicara dari hati ke hati. Cari waktu yang tepat untuk mengajaknya mebahas masalah ini. Jadi *menurutku* bukan saja di saat kejadian (perilaku kasar) terjadi, tapi lebih baik lagi ketika keadaan sedang tenang, hati sedang adem ayem. Tentunya dengan cara dan nada bicara yang tepat, dengan tetap menerapkan jurus kelembutan yang dimiliki.

Bukan tidak mungkin, penyebabnya adalah diri kita sendiri. (bukan bermaksud menyalahkan lho Fren). Mungkin ini yang tidak kita sadari, perilaku / perlakuan kita lah yang justru menjadikannya berubah sikap menjadi kasar. Atau ada beberapa keinginannya yang sampai sekarang belum bisa kita penuhi, padahal itu sepele (menurutnya) misalkan. Atau juga sikap kita yang akhir-akhir ini kurang perhatian, kurang berusaha meluangkan waktu buatnya, padahal di saat do’i butuh diperhatikan. Misalnya karena soal banyaknya kerjaan kantor dan sebagainya. Mungkin juga karena kesibukan kita di kantor, menyebabkan pasangan kita kerepotan mengurus kerjaan rumah dan anak, padahal pasangan kita amat sangat memerlukan bantuan kita. Akhirnya kecape’an dan berujung pada perilaku yang mudah marah dan atau kasar. Dan sebagainya.. dan sebagainya..

Kalo sebab dari berubahnya perilakunya menjadi kasar ini sudah kita ketahui, apalagi ini terlontar dari mulutnya sendiri, bukan dari siapa-siapa maka akan mudah bagi kita memikirkan bagaimana penyelesaiannya. Memang ada pendapat yang mengatakan bahwa karakter orang itu akan sulit diubah. Tapi menurutku kita bisa ikut andil dalam merubah seseorang terutama jika seseorang itu menyadari akan kekeliruannya, dan bertekad serta mau untuk diajak berubah ke arah yang lebih baik. Apalagi kalo sifatnya yang sekarang adalah bukan yang sebenernya, bukan pembawaannya sejak awal. Pelan, tapi pasti.

Obrolkan juga padanya bahwa ketika kita sudah menjadi orang tua dari seseorang **anak kita**, maka berbeda dengan ketika kita masih sendiri. Bahwa sekarang akan ada yang menjadikan kita sebagai figur yang dicontohnya. Segala tindak-tanduk kita, segala ucapan kita akan ada cerminannya, yaitu dari anak kita sendiri. Perkataan yang tidak pantas, perbuatan yang kurang sopan, akan tersimpan dalam memori polosnya anak kita. Maka akan lebih baiknya lagi kita lebih memperbayak penyaringan kita terhadap apa-apa yang kita lakukan dan kita ucapkan terutama di depan anak kita.

Yang lebih utama dari semua itu adalah ketika pasangan kita sedang “kambuh” sikap kasar nya, kita jangan sampai terpancing esmosi ikutan bersikap kasar juga. Teruslah berusaha membantu menemukan kesadaran akan kekeliruannya dengan tetap menjaga kelembutan sikap kita. Jangan sampe kekasaran dibalas kekasaran. Oke fren?

Tulisan ini bukan cuma semata-mata memberikan pendapat buat dirimyu temanku, melainkan sebagai pelajaran juga buatku, yang kadang masih keceplosan berbicara yang kurang baik di depan suami dan anakku tercintah.. ini hanyalah pendapat dari seorang ibu rumah tangga biasa yang sedang belajar bagaimana menjadi istri yang baik dan seorang ibu andalan untuk anak-anaknya. Sekali lagi, hanya pendapat.. bukan saran dari seorang Psikolog, bukan juga dari seorang pakar.

Mudah-mudahan sedikit banyak bisa membantu, minimal dengan curhatan mu ini pada dirikyu, sedikitnya bisa membuat hatimu plong, walopun tidak bisa ikut merubah apa-apa.
Dan buat para bunda, sok stuh ditunggu advice nya…



7 comments:

bener jeung .. tutur kata yg harus di jaga , baik sama pasangan atau anak .. laki 2 menghormati perempuan sebagaimana perempuan itu bersikap ..begitu juga anak .. :)

nasihat jeng buat temenmya kayaknya dah pas dech

postingan ini juga bisa dijadikan pengingat buat kita semua ya Des.untuk berbuat lebih baik

wah makasih dah diingatkan nih mba desy... semoga kita semua khususnya aku mjd istri yg lebih baik lg utk pasangan kita, aminn

Semoga masalah teman mbak Desy cepat selesai.

dalam hidup berumah tangga keduanya, suami dan istri, harus punya niat "to be a right/better person" untuk pasangannya. dua-duanya usaha saling berbuat yg lebih baik / terbaik

Intinya kudu saling mengerti. Kalo misalnya si laki lagi tongpes yah bininya jangan ujug2 minta dibeliin berlian lah hai. Begituh juga kalo bini masaknya kaga/kurang enak, si misua teteup kudu menyampaikan pujian supaya bininya kaha ngambek & berhenti untuk belajar masak

*okeh okeh, gw tau ini perumpaan yang kaga nyambung!! Tapi apa daya tangan tak sampai*