Abang Becak
Nyanyi dulu ah, mengenang masa kecil. “Naik Becak”
Saya mau tamasya
Berkeliling keliling kota
Hendak melihat-lihat
keramaian yang ada
Saya panggilkan becak
Kereta tak berkuda
Becak, becak, coba bawa saya
Saya duduk sendiri
sambil mengangkat kaki
Melihat dengan asyik
Ke kanan dan ke kiri
Lihat becakku lari
Bagaikan tak berhenti
Becak, becak, jalan hati-hati
*end*
Kalo Anda jalan-jalan ke Cirebon, dan sedikit mau tengak tengok dengan mengerjap-ngerjapkan mata, maka Anda akan menjumpai banyak pangkalan-pangkalan becak hampir di setiap pinggiran jalan. Terutama jalan-jalan yang ramai dikunjungi orang, seperti di depan-depan mall atau toserba dan juga di pasar-pasar. Banyak juga tukang-tukang becak ini kita jumpai di tiap perempatan jalan wilayah perboden, yang gak bisa dilalui oleh kendaraan angkutan umum.
Dannn .. sering aku temui pemandangan yang bikin hati pilu dan miris. Sekelompok tukang becak yang berumur sudah tidak muda lagi alias sudah sepuh yang kesehariannya hanya mendapat 1-2 penumpang. Bahkan gak jarang pula aku temui beberapa penarik becak yang dalam suatu hari gak dapet penumpang sama sekali, hanya tiduran di atas becaknya, sambil berharap-harap cemas akan datang penumpang. Giliran dapet penumpang, bawaannya banyak banget dengan tarif yang gak seberapa, hasil tawar menawar . Maka pas si tukang becak mengayuh becaknya dengan kaki gemetaran sekuat tenaga menahan beban berat penumpangnya, berusaha tetap bisa menjalankan becaknya. Dengan tenaga ke-tua-annya, becak bisa melaju dengan sangat pelan, di bawah terik matahari, dengan peluh bercucuran. Belum lagi pas menemukan jalan yang menanjak, turunlah si tukang becak, mendorong becaknya karena merasa kakinya tidak kuat lagi mengayuh becak di jalanan yang menanjak.
Adapun si penumpang, dengan cuek bebek nya dia tetap duduk bertumpang kaki, gak peduli itu jalan menurun atau mananjak, gak peduli kesusahan seorang tukang becak, karena dengan begitu dia merasa telah menjadi salah satu jalan rizki si abang becak. Dan karena juga si tukang becak pun gak merasa perlu dikasihani, bahkan dia asik-asik aja dengan kerjaan nya yang demikian itu. Perasaan senang di hatinya, karena akan bisa membawakan beberapa bungkus nasi untuk makan anak dan istrinya.
Kalo melihat ini, malu aku dibuatnya. Apa yang kulakukan selama ini? Seringnya aku lupa bersyukur dengan keadaanku sekarang ini yang mungkin bisa dibilang lebih dari mereka yang kesehariannya hanya mendapatkan penghasilan beberapa ribu perak saja, hasil dari mengantarkan satu dua orang penumpang. Bahkan gak jarang aku masih suka mengeluh dan mengeluh, berharap dan menginginkan apa yang aku dapatkan bisa lebih dari yang sekarang sudah ku dapatkan.
Astaghfirullah Al ‘adhim. “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan??”
Lihat becakku lari
Bagaikan tak berhenti
Becak, becak, jalan hati-hati
*end*
Kalo Anda jalan-jalan ke Cirebon, dan sedikit mau tengak tengok dengan mengerjap-ngerjapkan mata, maka Anda akan menjumpai banyak pangkalan-pangkalan becak hampir di setiap pinggiran jalan. Terutama jalan-jalan yang ramai dikunjungi orang, seperti di depan-depan mall atau toserba dan juga di pasar-pasar. Banyak juga tukang-tukang becak ini kita jumpai di tiap perempatan jalan wilayah perboden, yang gak bisa dilalui oleh kendaraan angkutan umum.
Dannn .. sering aku temui pemandangan yang bikin hati pilu dan miris. Sekelompok tukang becak yang berumur sudah tidak muda lagi alias sudah sepuh yang kesehariannya hanya mendapat 1-2 penumpang. Bahkan gak jarang pula aku temui beberapa penarik becak yang dalam suatu hari gak dapet penumpang sama sekali, hanya tiduran di atas becaknya, sambil berharap-harap cemas akan datang penumpang. Giliran dapet penumpang, bawaannya banyak banget dengan tarif yang gak seberapa, hasil tawar menawar . Maka pas si tukang becak mengayuh becaknya dengan kaki gemetaran sekuat tenaga menahan beban berat penumpangnya, berusaha tetap bisa menjalankan becaknya. Dengan tenaga ke-tua-annya, becak bisa melaju dengan sangat pelan, di bawah terik matahari, dengan peluh bercucuran. Belum lagi pas menemukan jalan yang menanjak, turunlah si tukang becak, mendorong becaknya karena merasa kakinya tidak kuat lagi mengayuh becak di jalanan yang menanjak.
Adapun si penumpang, dengan cuek bebek nya dia tetap duduk bertumpang kaki, gak peduli itu jalan menurun atau mananjak, gak peduli kesusahan seorang tukang becak, karena dengan begitu dia merasa telah menjadi salah satu jalan rizki si abang becak. Dan karena juga si tukang becak pun gak merasa perlu dikasihani, bahkan dia asik-asik aja dengan kerjaan nya yang demikian itu. Perasaan senang di hatinya, karena akan bisa membawakan beberapa bungkus nasi untuk makan anak dan istrinya.
Kalo melihat ini, malu aku dibuatnya. Apa yang kulakukan selama ini? Seringnya aku lupa bersyukur dengan keadaanku sekarang ini yang mungkin bisa dibilang lebih dari mereka yang kesehariannya hanya mendapatkan penghasilan beberapa ribu perak saja, hasil dari mengantarkan satu dua orang penumpang. Bahkan gak jarang aku masih suka mengeluh dan mengeluh, berharap dan menginginkan apa yang aku dapatkan bisa lebih dari yang sekarang sudah ku dapatkan.
Astaghfirullah Al ‘adhim. “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan??”
13 comments:
kasihan kalau lihat tukang becak. Disini gak ada becak lagi
bersyukurlah...niscaya kenikmatannya akan ditambah... :)
salam :)
aku suka banget dgn ayat di kalimat terakhir itu. Selalu bikin bersyukur kalo inget ayat itu.
Di tempatku dari dulu gak ada becak, maklumlah, daerah pegunungan .. ripuh mang becaknya .. hehe
tukang becak bekerja keras untuk mendapatkan rezeki
bener mom, suka sedih kalo lihat abang becak yg ngga dapat penumpang....di tempatku masih ada becak...tp aku jarang naik becak krna kalo ke pasar biasanya diantar suami...
jadi pengen sekali2 naik becak...itung2 memberi rizki kpd abang becak....
saya juga ga tega kalau naik becak, kasihan bapaknya tapi lebih kasihan juga kalau tukang becak tarikan nya sepi.
nice posting mba :)
Hallo .... sejuknya sampe disini ... blog hijaunya keren banget ...
Maaf ya baru nyampe sini ... soalnya naik becak sih .... hehehhehee....
Aku suka gak tega kalo naik becak... apalagi kalo jalannya mendaki ... duh kasihan bange....
huhuhu iya nih harus lebih bnyk bersyukur. kadang kita masih banyak ngeluh padahal diluar sana masih banyak yg kesusahan. eh aku lmyn sering naik becakkrn di deket rumah masih ada tukang becak. biar lbh mahal drpd ngangkot, tp sensasinya itu lho... santai sambil menikmati angin sepoi2 :)
kalo disini becaknya pake motor. Jadi abang2 becaknya ga kasian2 amat. Dan uniknya kadang2 anak2 sekolah bisa ber8-10 naik becak hehe ... jadi terinspirasi tuk memfoto nih ...
walopun memang suka berasa kejam...
tapi naik becak itu emang ada sensasinya tersendiri lho mba...
saya jadi ingat ada pengalaman sama abang becak juga dulu. intinya kadang juga abang tukang becak kalo terlalu deket, atau nggakk sesuai prediksi mereka.. mereka juga ngeluhin bayaran koq. dan ujungnya nggak mau nganter.
yaa ada yang baik ada yang buruk.. dicontoh yang baik aja.
duh...baca artikelnya jadi asa ripuh pisan si mang becak....di soreang sendiri ga ada becak, ada juga keretek a.k.a delman.
makanya gw paling ogah Jeng naek becak. Karunya pisan euy ka si mamang :-)
Yup, kita harus pandai2 bersyukur dengan nikmat yang Allah berikan kepada kita sampai saat ini
Post a Comment